Senin, 19 Agustus 2019

Initial Assessment (Penilaian & Pengelolaan Awal Pasien Trauma)


Initial Assessment (Penilaian & Pengelolaan Awal Pasien Trauma)

Oleh : Marlisa, S.Kep, Ns, M.Kep
Persiapan.
Pada tahap persiapan dibagi menjadi 2 keadaan yaitu: Fase pertama adalah tahap pra-rumah sakit. Sedangkan fase yang kedua adalah fase rumah sakit.
Dalam setiap tahap tentu berbeda persiapannya.
Tahap  pra-rumah sakit.
Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat menstabilisaai, fiksasi, & transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter maupun perawat di RS yang dituju.
Tahap  rumah sakit.
Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien sehingga dapat dilakukan tindakan & sesusitasi dslam waktu yang cepat. Serta data2 dalam tahap pra-rumah sakit juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat pasien.
Primary Survey.
Perhatikan !! Sebelum melakukan tindakan ke pasien terlebih dulu pakai APD (Alat proteksi diri) karena kita harus tanamkan prinsip 3A yaitu Aman diri, aman lingkungan, & aman pasien.
Setelah memakai APD lalukan cek respon pasien dengan cara memanggil nama, menepuk bahu, rangsang nyeri. Agar kita dapat mengetahui sejauh mana respon pasien terhadap rangsang suara & rangsang nyeri, bahkan pasien tidak respon sama sekali.
A = Alert (sadar).
Pasien dapat dikatakan sadar apabila pasien mampu berorientasi terhadap tempat, waktu, & orang. Penderita benar2 mengetahui apa yang terjadi disekitarnya, dimana ia berada, waktu itu, bahkan siapa anda. Hal ini digambarkan sebagai Alert (sadar).
V = Verbal (Respon terhadap suara).
Pasien ini dalam keadaan disorientasi tetapi masih bisa diajak bicara.
Bayangkan ketika ada pasien tidak bergerak maupun membuka mata, lalu anda berkata "selamat pagi, nama bapak siapa?". Ketika itu juga pasien akan membuka mata / hanya berkata "Huuuhh??!".

P = Pain (Respon terhadap rangsang nyeri).
Dalam keadaan ini, pasien hanya berespon terhadap rangsang nyeri.
Ketika anda menekan ujung kaki/kuku pasien, pasien akan merespon dengan menjauh/menarik jarinya dari cubitan anda.
U = Unresponsive/Tidak Sadar.
Pasien tidak memberikan respon apa2, baik diberi rangsang suara maupun rangsang nyeri.
 Airway & Cervical Control.
Airway merupakan prioritas pertama, karena sumbatan airway merupakan penyebab utama kematian bila dibandingkan dengan breathing & circulation.

Oleh sebab itu, jalan nafas harus selalu terbuka & tetap terjaga, biasanya yang menyebabkan kematian yang paling sering adalah obstruksi jalan nafas total.
Head tilt-chin lift/ jaw trust harus dilakukan agar jalan nafas selalu terbuka, bersamaan dengan hal ini kita juga bisa melalukan look (liat), listen (dengarkan), & feel (rasakan).

Walaupun look, listen. & feel merupakan pemeriksaan pada breathing perlu diingat, bahwa setiap pasien yang dapat berbicara dengan jelas untuk sementara menjamin bahwa jalan nafasnya tidak terdapat masalah.

Tindakan pada pasien gangguan airway:
  • Gungling (miringkan, suction, finger sweep).
  • Snoring (Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA).
  • Crowing (Airway definitif, intubasi, needle cricothiroidotomi).

Breathing.
Dengan jalan nafas yang baik maka akan menjamin ventilasi yang baik pula. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, serta diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi dengan cepat.

Ventilasi dapat dibilang baik apabila penderita tidak sesak nafas, peranjakan dada simetris, tidak sianosis, tidak disertai suara, gurgling, snoring, crowing.
Cara melakukan look, listen, & feel adalah dengan cara melihat peranjakan dada, mendengarkan suara nafas, serta merasakan hembusan nafas pasien.

Cara melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan breathing adalah:
  • Inspeksi: untuk melihat ekspansi pernafasan.
  • Auskultrasi: untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
  • Perkusi: untuk menilai adanya udara/darah di dalam rongga pleura.
  • Palpasi: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada dinding dada yang mungkin dapat mengganggu ventilasi.
 Circulation.
Cardiac Output (volume darah & curah jantung).
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pasca-bedah yang mungkin bisa diatasi dengan terapi yang cepat & tepat di rumah sakit.

Setiap keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, hingga terbukti sebalinya. Dengan demikian maka sangat diperlukan penilaian yang cepat & status hemodinamika pasien.

Ada tiga observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamika pasien yaitu:
  1. Tingkat kesadaran. Jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat berkurang, sehingga akan mengakibatkan penurunan kesadaran (walaupun demikian kehilangan jumlah darah yang banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
  2. Warna kulit. Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemia&nadi.
  3. Nadi. Nadi yang besar
4.      seperti arteri karotis, arteri femoralis harus diperiksa  bilateral, agar dapat mengetahui kekuatan, kecepatan, & irama nadi. Jika nadi kecil & kuat biasanya pada pasien syok.

5.      Tekanan darah.
6.      Jangan terlalu percaya pada tekanan darah dalam menentukan syok karena tekanan darah yang sebelumnya belum diketahui serta diperlukan kehilangan darah lebih dari 30% agar dapat terjadi penurunan tekanan darah.

7.      Perdarahan.
8.      Cara penanganan awal perdarahan adalah dengan meninggikan ekstremitas + 45 derajat, jika tidak ada respon maka cari sumber perdarahan & hentikan, lalu tambah lagi cairan kristaloid, bila tidak berhasil juga maka berikan tranfusi darah type spesifik.

Langkah2 ini juga dilakukan pada pasien syok dengan perdarahan dalam (internal), sedangkan pada perdarahan luar (eksternal) lalukan balut tekan/balut cepat, elevasi daerah yang luka/ kombinasi dengan penekanan pada arteri yang besar.

Jangan menggunakan dengan torniquet karena dapat merusak jaringan (sekarang sudah tidak direkomendasikan  lagi). Apabila pasien dengan fraktur dibeberapa bagian maka lakukanlah pembidaian.

9.   Disability.
10.  Langkah selanjutnya setelah sirkulasi adalah disability (di evaluasi keadaan neurologis secara cepat, yang dinilai adalah tingkat kesadaran) menggunakan AVPU atau GCS, reaksi pupil serta motorik dari masing2 anggota gerak.

Cara penilaian GCS secara sederhana.
11.  Eye
Buka mata spontan
4
Buka mata terhadap suara
3
Buka mata terhadap nyeri
2
Tidak buka mata
1

12.  Verbal
Bicara biasa                    
5
Bicara mengacau
4
Hanya kata-kata
3
Hanya suara
2
Tidak ada respon
1

13.  Motorik
Mengikuti perintah        
6
Melokalisir nyeri
5
Menjauh dari nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi abnormal
2
Tidak ada respon
1

Exposure.
Prinsip exposure adalah membuka semua pakaian pasien untuk mencari apakah ada sumber perdarahan ataukah terdapat luka yang lain. Eksposure dilakukan di rumah sakit tetapi dimana perlu untuk dilakukan (seperti untuk melakukan pemeriksaan fisik thorax.)

Harus di ingat !! Agar pasien tidak mengalami kedinginan maka harus dipakaikan selimut yang hangat, ruangan yang cukup hangat serta diberikan cairan vena yang sudah dihangatkan.
Folley Catether.
Catether urine di pasang agar dapat mengtahui keadaan hemodinamika pasien. Apakah intake & output sudah seimbang ataukah belum?

Awas ! hati2 jangan asal pasang ...
Kontra indikasi pemasangan catether adalah:
  • RT ; Pr0stat meninggi.
  • Hematoma skr0tum.
  • Terdapat darah pada ur3tra.
Urine normal pada:
  • Bayi : 2 - 3 cc/kg BB/jam.
  • Anak : 1 -2 cc/kg BB/jam.
  • Dewasa : 0,5 - 1 cc/kg BB/jam (30 sampai 50 cc/jam)
Gastric Tube.
Dalam melakukan pemasangan NGT harus dapat mencegah diantaranya distensi lambung, mencegah mundah, serta memudahkan untuk memasukkan obat, makanan maupun minuman.

Awas ! Hati2 pada pasien dengan fraktur basis branii, memasukkan NGT lewat hidung karena sering masuk ke dalam otak, dalam kasus ini NGT harus di masukkan lewat mulut.
Heart Monitor.
Monitor EKG dianjurkan dipasang pada setiap pasien dengan trauma, agar dapat mengetahui keadaan gannguan pada jantung.

Perlu di ingat, tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya sudah dikenal, bukan setelah survei primer selesai.

Secondary Survey.
  • Head to toe.
  • Periksa semua lubang.
  • Tanda-tanda vital.
  • Anamnesis.
  • Pemeriksaan penunjang: Foto rontgen, laboratorium.
  • Persiapan rujukan.

Referensi:
  1. Tim Pengajar BTCLS. 2018. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: Gadar Medik Indonesia.


CARA MUDAH UNTUK MENGINTERPRETASIKAN HASIL  EKG 

Oleh : Marlisa, S.Kep, Ns, M.Kep

BASIC LEARNING
1 kotak kecil horizontal mewakili 0,04 dtk
5 kotak kecil horizontal = 1 kotak besar mewakili 0,2 dtk
1 kotak kecil vertical mewakili 0,1 mV
1 kotak kecil = 1mm
KENALI GELOMBANG EKG
  1. P wave merupakan gambaran depolarisasi atrium mempunyai karakteristik normal : tinggi (t) dan lebar (l) < 0,3 mV (3 kotak kecil).
  2. P-R interval (lebar dari Pwave-Qwave) normal < 3-5 kotak kecil.
  3. Kompleks QRS merupakan gambaran depolarisasi ventrikel, normal mempunyai lebar (l) < 3 kotak kecil.
  4. S-T interval normal isoelektrik (kenaikan T-wave dimulai dari garis sejajar QRS).
  5. T wave merupakan gambaran repolarisasi ventrikel.
  6. R-R interval merupakan jarak antar gelombang R ke R. Dilihat keteraturannya dan bermanfaat dalam menghitung heart rate (HR).
MULAI MEMBACA EKG ! yuuuks,,,
Mulailah dari urutan pertama berturut-turut :
  1. Tentukan gelombang P sinus, lihat di lead I, II, dan AVR. Normalnya :
Lead I : bernilai (+), artinya defleksi QRS ke atas
Lead II : (+)
AVR : (-)

  1. Jika tidak ditemukan seperti di atas, maka lihat dulu lead II, III, dan AVF.
Jika P wave masih ada di II, III, AVF maka gelombang P masih sinus.
Sebaliknya, jika Pwave tidak ditemukan di lead-lead tersebut, maka Pwave bukan sinus.
Pada keadaan ini pikirkan : atrial fibrilasi atau atrial flutter. Maka langsung- perhatikan R-R interval di semua lead. Jika ada keteraturan jarak R-R, maka dinamakan Atrial Flutter, sebaliknya dinamakan Atrial Fibrilasi.

  1. Tentukan morfologi P wave, lihat di lead II dan V1.
Normalnya kita temukan Pwave normal (t dan l < kotak kecil) di kedua lead tersebut. Pwave di V1 mempunyai bentuk normal bifasik (artinya P wave mempunyai defleksi ke atas dan ke bawah).
Jika di temukan P wave di lead II dengan t > 3 kotak kecil dan lancip, maka ini diesbut P pulmonal, yaitu gambaran dari RAH atau cor pulmonale.
Jika di temukan P wave di lead V1 dengan lebar (l) > 3 kotak kecil, maka ini diesbut P mitral, yaitu gambaran dari LAH.
Mungkin saja ditemukan keduanya.
  1. Tentukan PR interval di setiap lead. Jika tidak ditemukan gambarn normal (l > 5 kotak kecil), maka terjadi suatu blok AV. Tinggal tentukan derajat berapa ?!
Jika lebar (l) PR interval satu ke yang lainnya mempunyai jarak yang sama dan tidak ditemukan adanya QRS yang hilang, maka ini disebut 10 AV block.
Jika lebar (l) PR interval satu ke yang lainnya mempunyai jarak yang sama, tetapi ditemukan adanya QRS yang hilang, maka ini disebut 20 AV block tipe II.
Jika lebar (l) PR interval satu ke yang lainnya mempunyai jarak yang semakin lebar dan ditemukan adanya QRS yang hilang, maka ini disebut 20 AV block tipe I.
Jika ditemukan PR interval yang berantakan dan R-R interval yang teratur, maka disebut 30 AV block = blok total AV.
5. Tentukan QRS interval, normalnya sempit (l < 3 kotak kecil). Jika melebar maka pikirkan adanya RBBB atau LBBB.
Langsung perhatikan V1 dan V6.
Jika ditemukan pelebaran QRS di kedua lead tersebut dan defleksi QRS di V1 dominan ke atas, sedangkan defleksi QRS di V6 dominan ke bawah, maka disebut RBBB.
Jika ditemukan pelebaran QRS hanya di lead V1 dan defleksi QRS di V1 dominan ke atas, sedangkan defleksi QRS di V6 dominan ke bawah, maka disebut Incomplete RBBB.
Jika ditemukan pelebaran QRS di kedua lead tersebut dan defleksi QRS di V1 dominan ke bawah, sedangkan defleksi QRS di V6 dominan ke atas, maka disebut LBBB.
Petunjuk lain yang bisa dipakai tetapi kadang menyesatkan :
Jika ditemukan gelombang RSR (seperti huruf M) di V1 = RBBB
Jika ditemukan gelombang QRS yg takik (juga seperti huruf M) di V6 = LBBB
6. Tentukan QRS axis, lihat di lead I dan AVF.
Jika lead I bernilai (+), AVF (+) = normoaxis
Lead I (+), AVF (-) = deviasi ke kiri
Lead I (-), AVF (+) = deviasi ke kanan
Lead I (-), AVF (-) = deviasi ke kanan atas
7. Tentukan QRS rate = R-R interval untuk menentukan Heart Rate.
Ada beberapa Cara :
a. 300 : jumlah kotak besar antara R-R
b. 1500 : jumlah kotak kecil antara R-R
c. Jumlah kompleks QRS selama 6 detk X 10
Irama sinus rythm, jika HR : 60-100 x/mnt
Sinus takikardi, HR > 100 x/mnt
Sinus bradikardi, HR < 60 x/mnt
Sinus aritmia, HR tidak teratur (meningkat saat inspirasi, menurun saat ekspirasi)
8. Tentukan kelainan ST dan T.
ST elevasi , pikirkan :
1. Infark jantung (paling sering, seusaikan klinis)
2. Perikarditis
3. Early repolarisation
Jika ST elevasi ditemukan di V1-V5 : Infark anterior
V2-V4 : Infark anteroseptal
V5-V6 : Infark lateral
V1-V6 : Infark anterolateral
I, AVL, V1-V6 : Infark extensive anterior
II, III, AVF : Infark posterior
I, AVL : High Lateral
Bila gambaran EKG menunjukkan suatu infark inferior, tetapi ditemukan tanda hipotensi yang dapat juga disertai   tanda lain seperti peningkatan JVP dan bunyi jantung yang bersih, maka ini perlu dicurigai suatu infark di ventrikel kanan. Hal ini perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan EKG di lead V3R dan V4R.
ST depresi atau Tinversi pikirkan iskemia, tentukan lokasi iskemi dengan cara di atas.
T tall (tinggi T >/= 10 mm), pikirkan :
1. Hiperakut T (Infark)
2. HiperKalemi
9. Tentukan adanya Hipertropi ventrikel jantung, lihat di V1 dan V5/V6
LVH : gelombang S di V1 + R di V5/V6 = lebih dari 35 mm (8 kotak besar)
RVH : gelombang R di V1 + S di V5/V6 = lebih dari 10.5 mm (2.5 kotak besar)
10. Tentukan Aritmia di semua lead.
a. Premature Atrial Complex / Beat = SupraVentrikular EkstraSistole (SVES)
Ditemukan 1 gelombang yang muncul dini (belum pada waktunya) dengan karakteristik kompleks QRS yang sempit di dahului P sinus.
b. Premature Vnetricular Complex / Beat = Ventrikel EkstraSistole (VES)
Ditemukan 1 gelombang yang muncul dini (belum pada waktunya) dengan karakteristik kompleks QRS yang lebar sekali di dahului P sinus.
VES bigemini = 1 VES diikuti 1 gelombang normal
VES trigemini = 1 VES diikuti 2 gelombang normal
VES quadrigemini = 1VES diikuti 3 gelombang normal
VES couplet = 2 VES berturut-turut dalam 1 lead
VES salvos = 3-5 VES berturut-turut dalam 1 lead
>5VES berturut-turut = VT (Ventricular Takikardi)
c. Atrial Escape Beat = Kebalikan SVES
Ditemukan 1 gelombang yang muncul terlambat dengan karakteristik kompleks QRS yang sempit di dahului P sinus.
d. Ventricel Escape Beat = Kebalikan VES
e. Premature Junctional Complex/Beat
Ditemukan 1 gelombang yang muncul dini (belum pada waktunya) dengan karakteristik kompleks QRS tanpa di dahului P wave. Jika QRS sempit maka disebut Premature Junct. Atrial Beat, kebalikannya disebut PJ ventrikel Beat.
f. Junctional Rythm = Junctional Escape Rythm
QRS sempit tanpa didahului P sinus (ingat ada gelombang P tapi tidak sinus) di satu/ semua lead dengan HR 40-60 x/mnt
g. Accelerated Junctional Rythm
QRS sempit tanpa didahului P sinus (ingat ada gelombang P tapi tidak sinus) di satu/ semua lead dengan HR 60-100 x/mnt
h. Junctional Tachycardi
i. QRS sempit tanpa didahului P sinus (ingat ada gelombang P tapi tidak sinus) di satu/ semua lead dengan HR >100 x/mnt
j. ATRIAL FLUTTER
Gambaran gelombang P seperti gergaji dengan R-R interval teratur (Paling Penting). Frekuensi cepat.
k. ATRIAL FIBRILASI
R-R interval sangat tidak teratur.
l. ATRIAL TAKIKARDI
Frekuensi cepat > 100 x/mt dangan QRS yang sempit.
m. VENTRICULAR TAKIKARDI
Frekuensi > 100 x/mnt dengan QRS yang lebar.
n. VENTRIKEL FIBRILASI
Bentuk gelombang tidak teratur, lebar, cepat, kacau
o. Idioventricular rythm
QRS lebar disemua lead dengan HR 20-40 x/mnt
p. Accelerated Idioventricular
QRS lebar disemua lead dengan HR > 40 x/mnt dan < 100 x/mnt
KETAHUILAH ADA R-WAVE PROGRESSIVE
R-wave progressive dilihat dari lead V1-V6, yaitu V1 dimulai dengan kompleks QRS yang defleksi ke bawah di mana berturut-turut kira-kira mulai dari V3 sampai V6 gelombang R (defleksi ke atas) makin muncul ke atas.
Jika ditemukan poor R-wave progressive (gelombang R dari V1-V6 seperti yang tidak seharusnya), maka dapat dipikirkan adanya :
  1. old infark
  2. LVH
  3. cor pulmonale (RAH (Right Atrial Hipertrophy)
    EKG atau Elektrokardiogram adalah suatu representasi dari potensial listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf. Melalui EKG (atau ada yang lazim menyebutnya ECG {in English: Electro Cardio Graphy}) kita dapat mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas elektrik jantung melalui gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di kertas EKG.
    Berikut ini sedikit catatan saya tentang bagaimana cara membaca hasil pemeriksaan EKG yang tergambar di kertas EKG. Saya sarankan untuk terlebih dahulu memahami aktivitas elektrik jantung dan cara memasang EKG. Mudah-mudahan bisa jadi bahan diskusi.
    1. IRAMA JANTUNG
    Irama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari impuls yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena Cava Superior di atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung juga harus teratur/ reguler, artinya jarak antar gelombang yang sama relatif sama dan teratur. Misalkan saya ambil gelombang R, jarak antara gelombang R yang satu dengan gelombang R berikutnya akan selalu sama dan teratur.
    Jadi, yang kita tentukan dari irama jantung adalah, apakah dia merupakan irama sinus atau bukan sinus, dan apakah dia reguler atau tidak reguler.
  4. Irama Sinus, seperti yang saya tulis di atas, yakni adanya gelombang P, dan setiap gelombang P harus diikuti oleh kompleks QRS. Ini normal pada orang yang jantungnya sehat.
  5. Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada kompleks QRS sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada gelombang P. Ini menunjukkan adanya blokade impuls elektrik jantung di titik-titik tertentu dari tempat jalannya impuls seharusnya (bisa di Nodus SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA – Nodus AV, atau setelah nodus AV), dan ini abnormal.
  6. Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan teratur. Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi di arteri karotis, radialis dan lain-lain.
  7. Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama dan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-pasien aritmia jantung.
2. FREKUENSI JANTUNG
Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama 1 menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam. Bisa kita pakai salah satu atau bisa semuanya untuk membuat hasil yang lebih cocok. Rumusnya berikut ini:
1)      Cara 1
 HR = 1500 / x
Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya.
2)      Cara 2
HR = 300 / y
Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya. (jika tidak pas boleh dibulatkan ke angka yang mendekati, berkoma juga ga masalah)
3)      Cara 3
Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang (durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG, jarak antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi kalau mau 6 detik, bikin aja lead II manual dengan 7 titik).
Caranya adalah:
HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.
Nanti yang kita tentukan dari Frekuensi jantung adalah:
  • Normal: HR berkisar antara 60 – 100 x / menit.
  • Bradikardi= HR < 60x /menit
  • Takikardi= HR > 100x/ menit
 3. AKSIS
Aksis jantung menurut definisi saya adalah, proyeksi jantung jika dihadapkan dalam vektor 2 dimensi. Vektor 2 dimensi disini maksudnya adalah garis-garis yang dibentuk oleh sadapan-sadapan pada pemeriksaan EKG. Sadapan (Lead) EKG biasanya ada 12 buah yang dapat dikelompokkan menjadi 2:
  1. Lead bipolar, yang merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda/ lead standar, yaitu lead I, II dan III.
  2. Lead unipolar, yang merekam perbedaan potensial listrik pada satu elektroda yang lain sebagai elektroda indiferen (nol). Ada 2: (a) unipolar ekstrimitas (aVL, aVF, dan aVR); (b) unipolar prekordial (V1, V2, V3, V4, V5 dan V6)
Setiap lead memproyeksikan suatu garis/ vektor tertentu. Urutannya bisa dilihat dari gambaran berikut ini:
Aksis jantung normal (positif) adalah antara -30° sampai dengan 120° (ada yang mendefinisikan sampai 100° saja). Sebenarnya ini adalah proyeksi dari arah jantung sebenarnya (jika normal dong :)). Pada kertas EKG, kita bisa melihat gelombang potensial listrik pada masing-masing lead. Gelombang disebut positif jika arah resultan QRS itu ke atas, dan negatif jika ia kebawah. Berikut ini arti dari masing-masing Lead:
  • Lead I = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+).
  • Lead II = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-), dan kaki kiri bermuatan positif (+)
  • Lead III = merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+)
  • Lead aVL = merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen (potensial nol)
  • Lead aVF = merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+), tangan kiri dan tangan kanan nol.
  • Lead aVR = merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri nol.
Nah, secara elektrofisiologi, arus potensial listrik jantung berasal dari SA node lalu meluncur ke AV node, bundle His, cabang septal dan sampai ke serabut purkinje. Arus itu bermuatan negatif (-). Jika arus itu menuju lead yang bermuatan positif (+), maka di kertas EKG akan muncul gelombang ke atas, (kan tarik-menarik gitu..), kalau arus itu menjauhi lead yang bermuatan (+) tersebut, maka di kertas EKG dia akan muncul sebagai gelombang ke bawah. (Arus menuju dan menjauhi lead itu layaknya bisa di imajinasikan sendiri kali ya, bayangkan saja lokasi leadnya dan arah arus elektrofisiologi jantungnya. Sama halnya jika diibaratkan, lead itu kayak orang yang lagi berdiri memandangi sebuah mobil yang lagi jalan dalam suatu arena balap. Ada orang yang melihat mobil itu dari sudut segini, ada yang dari segitu, jadi ntar penafsiran mereka beda-beda. Jika digabungkan, maka dapatlah mereka menyimpulkan apa yang terjadi dari mobil balap itu.)
Itulah mengapa arah gelombang di lead aVR bernilai negatif (gelombangnya terbalik), karena arah arus jantung berlawanan dengan arah lead/ menjauhi lead, sedangkan di lead-lead lainnya bernilai positif (gelombangnya ke atas).
Cara menentukan aksis dari kertas EKG itu adalah:
  1. Lihat hasil di Lead I, perhatikan resultan gelombang di kompleks QRS. (ingat lagi pelajaran vektor di fisika, hehe). Jika resultan gaya Q, R dan S nya positif, (maksudnya jika gelombang R-nya lebih tinggi daripada jumlah Q dan S {bisa dihitung jumlah kotaknya}), maka lead I = positif (+). Jika R-nya lebih rendah daripada jumlah Q dan S, maka lead I = negatif (-). Ini semacam resultan gaya. Bagusnya digambar di buku petak matematika itu agar lebih paham.. He. :D
  2. Lihat hasil di Lead aVF, perhatikan hal yang sama, apakah lead aVF nya positif atau negatif.
  3. Jika masih ragu lihat lagi di Lead II (lead II hasilnya lebih bagus karena letak lead II searah dengan arah jantung normal). tentukan apakah lead II nya positif atau negatif.
Nah, cara menginterpretasikannya bisa dibuatkan tabel berikut ini:
Aksis / Lead
Normal
LAD
RAD
I
+
+
aVF
+
+
II
+
+
  • Aksis Normal = ketiga lead tersebut bernilai positif, artinya jantung berada di antara aksis -30° sampai dengan 120° (ada yang menyebutkan sampai 100°  saja).
  • LAD (Left Axis Deviation), artinya aksis / arah proyeksi jantungnya bergeser ke kiri, atau di atas – 3o°. Kalau demikian tentu gak mungkin aVF atau lead II nya positif, pasti negatif kan.. :D Ini biasa terjadi jika adanya pembesaran ventrikel kiri/ LVH (Left Ventricular Hypertrophy), sehingga arah jantungnya jadi ga normal lagi, agak naik gitu. Misalnya pada pasien-pasien hipertensi kronis dsb.
  • RAD (Right Axis Deviation), artinya aksisnya bergeser ke kanan, atau di atas 120°. Kalau ke kanan tentu lead I-nya akan negatif, sedangkan aVF dan II positif. Biasanya ini terjadi jika adanya pembesaran jantung kanan/ RVH (Right Ventricular Hypertrophy).
4. Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang normal:
  • lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)
  • tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
  • selalu positif di lead II
  • selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
  • Normal
  • Tidak normal:
  • P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
  • P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet, bisa karena hipertrofi atrium kiri.
  • P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah, bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium kiri.
5. PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS. Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.
6. Kompleks QRS
Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan S. Normalnya:
  • Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil)
  • tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:
– Gelombang Q: adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P. Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:
  • durasinya > 0,04 (1 kotak kecil)
  • dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.
Variasi Kompleks QRS
  • QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan kelainan tertentu.

Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S. Normalnya 0,06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal atau memanjang.
7. Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
  • RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
  • LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35
8. ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi ventrikel. Yang dinilai:
  • Normal: berada di garis isoelektrik
  • Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)
  • Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)
9. Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai adalah:
  • Normal: positif di semua lead kecuali aVR
  • Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)
DAFTAR PUSTAKA :
Indonesian Hearth Association Jakarta Branch. Buku Panduan Kursus Elektrokardiografi. Jakarta : 2009.