Senin, 25 Juni 2012

PROSEDUR TINDAKAN MOBILISASI

By: Marlisa, S.Kep,Ns, M.Kep

Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier, 1989).
Tujuan dari mobilisasi antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
Faktor – faktor yang mempengaruhi Mobilisasi
Gaya hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat .
 Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).
Toleransi aktifitas
Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miokard atau pada klien dengan immobilisasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi.
Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain :
a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatik.
c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan
    posisi tubuh.
f) Status emosi labil.
Masalah fisik
Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain :
Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
Masalah urinary
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran ,infeksi saluran kemih dan inkontinensia urine.
Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan,diarrhoe dan konstipasi.
Masalah respirasi
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2).
Masalah Kardiovaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatik, pembentukan trombus.
Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :
1. Perbaikan status gisi
2. Memperbaiki kemampuan monilisasi
3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).
5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya  
    dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
Macam – macam posisi klien di tempat tidur
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3. Posisi dorsal recumbent
4. Posisi supinasi (terlentang)
5. Posisi pronasi (tengkurap)
6. Posisi lateral (miring)
7. Posisi sim
8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
 
PENGATURAN POSISI
Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika mendapatkan perawatan,dengan tujuan untuk kenyamanan pasien, pemudahan perawatan dan pemberian obat,menghindari terjadinya pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh tertentu.Pengaturan posisi antara lain adalah :

Posisi Fowler
Posisi setengah duduk atau duduk, bagian kepala tempat tidur lebih tinggi ataudinaikkan. Untuk fowler (45-90°) dan semifowler(15°-45°). Dilakukan untuk mempertahankankenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan untuk pasien pasca bedah.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b. Dudukkan pasien
c. Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi untuk fowler
      ( 90°) dan Semi fowler ( 30 - 45° ).
d. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.

Posisi Sim
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi kenyamanan dan untuk mempermudah tindakan pemeriksaan rektum atau pemberian huknah atau obat-obatan lain melalui anus.
Cara Pelaksanaan :
a.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b.Pasien dalam keadaan berbaring. Kemudian apabila dimiringkan kekiri dengan posisi badansetengah telungkup, maka lutut kaki kiri diluruskan serta paha kanan ditekuk diarahkan kedada. Tangan kiri di belakang punggung dan tangan kanan didepan kepala.
c.  Bila pasien miring kekanan, posisi bdan setengah telungkup dan kaki kanan lurus,sedangkan lutut dan paha kiri ditekuk dan diarahkan ke dada. Tangan kanan dibelakang punggung dan tangan kiri didepan kepala.

Posisi Trendelenburg
Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki. Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak, dan pada pasien shock dan pada pasien yang dipasang skin traksi pada kakinya.
Cara Pelaksanaan :
a.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b.Pasien dalam keadaan berbaring terlentang. Letakkan bantal di antara kepala dan ujung tempat
   tidur pasien, serta berikan bantal dibawah lipatan lutut
c.Pada bagian kaki tempat tidur, berikan balok penopang atau atur tempat tidur secara khusus
   dengan meninggikan bagian kaki pasien.
 
Posisi Dorsal Recumbent
Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) diatastempat tidur. Dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta proses persalinan.
Cara Pelaksanaan:
a.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b.Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, pakaian bawah di buka
c.Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur dan renggangkan
    kedua kaki.
d.Pasang selimut

Posisi Litotomi
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara Pelaksanaan :
a.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b.Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, angkat kedua paha dan tarik ke arah perut.
c.Tungkai bawah membentuk sudut 90° terhadap paha.
d.Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi litotomi
e.Pasang selimut

Posisi Genu Pektoral
Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atastempat tidur. Dilakukan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid dan untuk membantumerubah letak kepala janin pada bayi yang sungsang.
Cara Pelaksanaan :
a.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan 
b.Anjurkan pasien untuk berada dalam posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
   menempel pada kasur tempat tidur 
c.Pasang selimut pada pasien
MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING
Tujuan :
1. Mempertahankan bady aligment
2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman
4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien
5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi :
1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi
2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi)
4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran
Persiapan :
1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mobilisasi ke posisi
    lateral.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman 
3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak.
4. Siapkan peralatan yang di perlukan.
5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasi terlindungi.
Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan :
1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar
2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan
3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi
Persiapan alat :
1. Satu bantal penopang lengan
2. Satu bantal penopang tungkai
3. Bantal penopang tubuh bagian belakang
Cara kerja :
1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan
    mobilisasi
2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di
    lakukan mobilisasi lateral
3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus
    pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekanan
    ,maka perawat ada di samping kanan klien
b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi
    tegak.
c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.
d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien
e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi

4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling
    saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).

5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas
    tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong.

6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan
     tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai
    dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan.

7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu
    klien.

8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :
a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki.
b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga
     keseimbangan dan ke takstabil
c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega

9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting
    sebagai berikut :
a)      Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan
       posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal
      pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher.
b)   Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah
      keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi
     internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas.

10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan
     posisi yang tepat

11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.

12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan. 

PROSEDUR TINDAKAN PEMASANGAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)



By: Marlisa,S.Kep,Ns,M.Kep



I.       PENGERTIAN WSD

Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.
      Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung.
http://history.amedd.army.mil/booksdocs/wwii/thoracicsurgeryvolI/chapter9figure31.jpg

Macam-Macam metode dari WSD :
a.         Sistem WSD Botol Tunggal
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang, satu untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk kedalam botol.
Keuntungan :
·         Penyusunan sederhana
·         Memudahkan untuk mobilisasi pasien

Kerugian  :
·         Saat melakukan drainage, perlu kekuatan  yang lebih besar dari ekspansi dada untuk
      mengeluarkan cairan / udara
·         Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan dalam
      botol
·         Kesulitan untuk mendrainage udara dan cairan secara bersamaan.

b.         Sistem WSD Dua Botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
·         Mampu mempertahankan water seal pada tingkat yang konstan
·         Memungkinkan observasi dan tingkat pengukuran jumlah drainage yang keluar dengan
      baik
·         Udara maupun cairan dapat terdrainage secara bersama-sama .
  
Kerugian  :
·         Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
·         Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi kebocoran
      udara.
c.         Sistem WSD Tiga Botol
Pada sistem tiga botol, sistem dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang berfungsi untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan suction. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga. Jumlah penghisap didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol.  Gelembung yang  kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan .
Keuntungan :
·         Sistem paling aman untuk mengatur penghisapan

Kerugian  :
·         Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada perakitan
      dan pemeliharaan
·         Sulit untuk digunakan jika pasien ingin melakukan mobilisasi
d.        Sistem WSD sekali pakai / disposable
Jenis-jenisnya :
Ø  Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan  pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
·         Plastik dan tidak mudah pecah

 Kerugian :
·         Mahal
·         Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.

Ø  Fluther valve
Keuntungan :
·         Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
·         Kurang satu ruang untuk mengisi
·         Tidak ada masalah dengan penguapan air
·         Penurunan kadar kebisingan

Kerugian :
·         Mahal
·         Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena
      tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.

Ø  Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
·         Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian
·         Mahal
                  Gambar sistem WSD disposable :

2.      INDIKASI , TUJUAN  DAN LOKASI PEMASANGAN WSD
a.            Indikasi


http://yenibeth.files.wordpress.com/2008/07/picture1.png
1.      Pneumothoraks yang disebabkan oleh :
-          Spontan > 20 % karena rupture bleb
-          Luka tusuk tembus
-          Klem dada yang terlalu lama
-          Kerusakan selang dada pada sistem drainage

2.       Hemothoraks yang disebabkan oleh :
-          robekan pleura
-          kelebihan antikoagulan
-          pasca bedah thoraks
  
3.       Empyema disebabkan oleh :
-          Penyakit paru serius
-          Kondisi inflamasi

4.      Bedah paru karena :
-          Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura
-          Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC
-          Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC
-          Pneumektomi.

5.      Efusi pleura yang disebabkan oleh :
-          Post operasi jantung

b.      Tujuan
1.      Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
2.      Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3.      Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage) yang dapat
      menyebabkan pneumotoraks
4.      Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan
      negatif pada intra pleura.

http://drsagiran.files.wordpress.com/2008/08/picture9.jpg
c.       Lokasi
1)      Apikal
-          Letak selang pada intercosta III midclavicula
-          Dimasukan secara anterolateral
-          Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2)      Basal
-          Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
-          Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

3.      KONSEP FISIOLOGI TINDAKAN WSD TERHADAP TUBUH
      Paru-paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan negative. Tekanan negative ini dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk mengembang kedepan dan belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis untuk berkontraksi.
Analogi adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang terletak diantaranya.
Kedua lapisan tersebut adalah lapisan visceral dan lapisan pleural parietal. Tetesan air adalah cairan pleura.
Sesuai analogi lapisan tersebut, upaya kekuatan yang berlawanan untuk menarik pleura pada arah yang berbeda. Terjadinya tekanan paru negative yang mengikat paru dengan kencang pada dinding dada akan mencegah paru menjadi kolaps.Selama inspirasi, tekanan intrapleura akan menjadi lebih negative. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.

4.      PENGKAJIAN
a.         Sirkulasi
-          Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( aritmia )
-          Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
-          Hipertensi / hipotensi

b.         Nyeri
Subyektif :
-          Nyeri dada sebelah
-          Serangan sering tiba-tiba
-          Nyeri bertambah saat bernafas dalam
-          Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut

Obyektif
-          Wajah meringis
-          Perubahan tingkah laku ( pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku
      distraksi )
c.         Respirasi
Subyektif :
-          Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
-          Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
-          Kesulitan bernafas
-          Batuk
Obyektif :
-          Takipnoe
-          Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
-          Fremitus menurun pada sisi yang abnormal
-          Perkusi dada : hipersonor
-          Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
-          Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan daerah dada, berkeringat,

d.        Rasa aman
-          Riwayat fraktur / trauma dada
-          Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi

e.         Integritas ego
-          cemas, ketakutan, gelisah
f.          Pengetahuan
-          Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
-          Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

5.      DIAGNOSIS KEPERWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Nyeri akut berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD
DS :
-          mengatakan nyeri dada sebelah
-          serangan nyeri sering tiba-tiba
-          nyeri bertambah saat bernapas dalam
-          nyeri menyebar kedada,badan dan perut
DO :
-          wajah tampak meringis
-          perubahan prilaku (pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku distraksi )
-          Perubahan tanda-tanda vital terutama nadi biasanya meningkat.

2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
      penumpukan cairan/ udara,nyeri luka  insisi, ditandai dengan
DS :
-          klien mengatakan mempunyai riwayat pembedahan dada,trauma
-          Riwayat penyakit paru kronik,peradangan paru, tumor paru,
-          Mengatakan sulit bernapas akibat nyeri
-          batuk-batuk.
DO :
-          Takipnea
-          Peningkatan kerja napas, penggunaan otot Bantu pernapasan,retraksi intercosta
-          Perkusi dada : Hipersonor
-          Pada inspeksi dan palpasi pergerakan dada tidak simetris
-          Pada kulit terjadi sianosis, pucat, berkeringat dan terjadi krepitasi subcutan daerah
      dada.

3.      Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan pola napas tidak efektif
      akibat pemasangan selang WSD  ditandai dengan
DS :
-          Klien mengungkapkan nyeri pada saat melakukan mobilisasi
-          Klien mengungkapkan tidak dapat memenuhi ADL nya karena nyeri dan sesak
DO :
-          Klien tampak membatasi pergerakanya dan tidak mampu memenuhi ADL nya
-          Pada daerah thoraks terpasang selang WSD

4.      Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tindakan WSD, ditandai
      dengan
DS :
-          Klien mengatakan cemas dan takut dengan keadaanya yang terpasang selang
-          Klien mengatakan tidak mengerti tentang fungsi,cara perawatan dan semua yang berkaitan dengan tindakan WSD
DO :
-          Klien tampak cemas,
-          Klien tampak gelisah dan ketakutan.

5.      Resiko infeksi berhubungan  dengan tindakan insisi / invansif akibat pemasangan  selang
      WSD ditandai dengan :
DS : -
DO :
-          Terdapat luka insisi pemasangan selang WSD pada daerah thoraks

7.      PERSIAPAN ALAT PROSEDUR TINDAKAN PEMASANGAN WSD
a.       Kasa steril
b.      Sarung tangan steril dan masker
c.       Motor suction
d.      Duk steril
e.       Sumber cahaya
f.       Sedative ( jika siperlukan )
g.      Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )
h.      Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23
i.        Tube / selang WSD no 28 atau 36 french ( untuk dewasa ) steril
j.        Sistem drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )
k.      Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung dengan sistem WSD
      yang akan dipakai )
l.        Tabung oksigen dan kanul oksigen
m.    mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11
n.      Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.
o.      Trocart
p.      Klem mosquito 6 buah
q.      Klem Kelly bengkok yang besar
r.        Gunting jaringan 2 buah
s.       Gunting jahitan 2 buah
t.        Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah
u.      Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi 2 buah
v.      Plester / hipavik
w.    Benang jahitan
                                    1)      no 2-0, 30 silk jarum kulit ( cutting needle )
                                    2)      no 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan ( taxen needle)
x.      bengkok / tempat sampah
y.      gunting plester dan betadine

http://endo.co.id/images/romsons/romsons-underwater-seal-drainage-system.jpg


8.      PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN PERSIAPAN KLIEN
Persiapan lingkungan
a.       Selalu menjaga privacy klien
b.      Atur pencahayaan ruangan dan sirkulasi udara  tempat tindakan
c.        Ciptakan suasana lingkungan yang bersih,nyaman dan tenang

Persiapan klien
a.  Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan pemasangan WSD
b. Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler tergantung pada tempat yang akan  diinsisi
    untuk pemasangan WSD

9.      PROSEDUR KERJA PEMASANGAN WSD
a.       Kaji airway,breathing dan circulation klien
b.      Lakukan tindakan untuk melindungi airway,dengan membebaskan jalan napas
c.       Lakukan tindakan pemasangan O2 sesuai yang dibutuhkan’
d.      Pasang intravena line untuk menjaga sirkulasi
e.       Kaji klien terhadap kemungkinan adanya cidera pada dada seperti adanya :
                              1)      Memar pada dada / abdomen
                              2)      Tanda luka dalam atau luar
                              3)      Kesimetrisan dan bentuk dada
                              4)      Menggunakan otot Bantu napas
                              5)      Retraksi dada
                              6)      Suara napas.ada tidaknya Hipersonor
                              7)      Adanya nyeri
                              8)      Adanya emphysema subcutan
f.       Kaji adanya tanda-tanda komplikasi pernapasan
g.      Periksa nilai Analisa gas darah ( AGD )
h.      Hadirkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan
i.        Kaji apakah klien ada allergi dengan obat-obatan atau betadine
j.        Jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan keluarga
k.      Posisikan klien dengan posisi fowler atau supinasi atau miring dengan sisi yang sehat
      mengarah ketempat tidur dan posisi tangan diangkat keatas kepala.
l.        Tentukan lokasi insisi tempat pemasangan selang,cuci tangan.
1.      Apikal
-          Letak selang pada intercosta III midclavicula
-          Dimasukan secara anterolateral
-          Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura 

2.      Basal
-          Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
-          Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

m.    Lakukan tindakan asepsis dan anti sepsis pada daerah pemasangan WSD dengan betadine
n.      Berikan anastesi local dengan lidokain 1 % tanpa epineprin 20 ml
o.      Lakukan sayatan/ insisi pada kulit yang telah ditentukan sampai batas subcutis
p.      Buatlah terowongan/lubang dengan spuit 110 ml diatas tepi iga/intercosta sampai
      menembus pleura,dengan tanda cairan akan menyemprot keluar
q.      Masukkan selang berukuran 28-36 french untuk mengeluarkan darah / nanah. Bila
      mengeluarkan udara maka ukuran selang akan lebih kecil
r.        Hubungkan selang WSD dengan sistem botol yang sudah diberi cairan antiseptik
      sebanyak ± 20 cm
s.       Lakukan penjahitan atau heating pada tempat insisi dan lakukan disinfeksi dengan
      betadin,fiksasi selang kekulit dengan kasa steril kemudian plester.
t.        Rapikan klien dan rapikan alat-alat
u.      Cuci tangan dengan teknik aseptic.


10.  HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
a.       Kaji vital sign klien selama pemasangan WSD
b.      Gunakan selang berbahan karet dan harus tertutup dari kemungkinan masuknya udara
      luar.
c.       Botol tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari tempat pemasangan selang kecuali pada
     keaadan diklem
d.      Selang hanya boleh diklem dalam waktu beberapa menit untuk mencegah terjadinya
     tekanan positif pada rongga pleura
e.       Pemasangan dilakukan dengan teknik steril
f.       Lakukan pendokumentasian yang meliputi waktu pemasangan WSD, jumlah cairan yang
      dilkeluarkan, warna dan respon klien terhadap pemasangan WSD.

11.  PERAWATAN WSD
a.       Mengisi bilik water seal dengan air steril sampai batas ketinggian yang sama dengan 2 cm
      H2O
b.      Jika digunakan penghisap,isi bilik control penghisap dengan air steril sampai ketinggian
     20 cm atau aesui yang diharuskan
c.       Pastikan bahwa selang tidak terlipat,menggulung atau mengganggu gerakan klien
d.      Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang tidak
      tertindih.
e.       Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit beberapa kali
     sehari
f.       Dengan perlahan pijat selang,pastikan adanya fluktuasi dari ketinggian cairan dalam bilik  
     WSD yang menandakan aliran masih lancer.
g.      Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam sistem drainage sesuai yang diindikasikan
     oleh gelembung konstan dalam bilik WSD
h.      Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat,dangkal,sianosis, adanya emfisema  
     subcutan, gejala-gejala hemoragi,dan perubahan yang signifikan pada tanda-tanda vital
i.        Anjurkan klien mengambil napas dalam dan batuk pada interval yang teratur dan efektif
j.        Jika klien harus dipindahkan kearea lain,letakkan botol dibawah ketinggian dada. Jika  
      selang terlepas,gunting ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan selang.Pasang
      konektor steril dalam selang dada dan selang ,sambungkan kembali kesistem drainage.
      JANGAN mengklem WSD selama memindahkan klien.
k.      Ganti botol WSD setiap tiga hari atau bila sudah penuh,catat jumlah cairan yang dibuang.
Cara mengganti Botol :                                                                      
-          Siapkan set baru.Botol yang berisi aquabides ditambahkan dengan disinfektan
-          Selang WSD diklem dulu
-          Ganti botol WSD dan lepaskan klem
-          Amati adanya undulasi dalam selang WSD

12.  PELEPASAN DAN INDIKASI PELEPASAN SELANG WSD
Pelepasan Selang WSD :
a.        Instruksikan klien untuk melakukan maneuver valsava dengan lambat dan bernapas
      dengan tenang
b.      Selang dada diklem dan dengan cepat dilepas
c.       Secara bersamaan,pasangkan balutan kecil kedap udara dengan penutup kasa dan  
      difiksasi dengan plaster adesif/tahan air.

Indikasi Pelepasan Selang WSD :
a.       Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
-          Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya undulasi juga salah
      satu tanda yang menyatakan kondisi motor suction tidak jalan, selang tersumbat /
      terlipat atau  paru memang sudah benar-benar mengembang.
-          Tidak ada cairan keluar
-          Tidak ada gelembung udara yang keluar
-          Tidak ada kesulitan bernapas
-          Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara
b.      Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada
      selang.

13.  KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD
a.       Perdarahan intercosta
b.      Empisema
c.       Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
d.      Pneumothoraks kambuhan.