Resusitasi Jantung
Paru....kenapa kita mesti tau ?
Resusitasi
jantung paru ini mengandung arti harfiah “Menghidupkan
kembali” tentunya dimaksudkan adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonary resuscitation (CPR), merupakan gabungan antara
pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang
mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.
Tindakan ini
dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung. Sehingga bisa diambil
kesimpulan bahwa resusitasi jantung paru /RJP merupakan gabungan
penyelamatan pernapas ( bantuan napas ) dengan kompresi dada eksternal.
Mengapa?
Ternyata perawatan paska
henti jantung memegang peranan yang
sangat penting agar korban terhindar
dari penurunan fungsi organ organ vital seperti otak , jantung , paru
,ginjal, sehingga pasien diharapkan
masih memiliki memori yang baik bagi korban yang dapat terselamatkan.
Pada
kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi
oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ
vital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan
mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak,
karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen.
Jika
dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa
maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula
kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN
PERIODE (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti
jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam waktu kurang dari 10 menit
penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai
mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil.
Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan dan
tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi
tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5
menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan
stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang
mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru
yang lanjut. Sehingga penatalaksanaan resusitasi jantung paru dilaksanakan
sesegera dan sedapat mungkin diberikan.
CARANYA : posisi penolong sejajar dengan bahu korban. letak kedua tangan penolong pada
setengah bagian bawah tulang sternum, dan saling bertumpu antara satu telapak
tangan dengan tangan lainnya. Lalu tekan dada korban dengan
menjaga siku tetap lurus dengan kedalaman minimal 5 cm (2 inchi), biarkan dada mengembang
secara penuh.
Perbandingan kompresi dada (pijat
jantung luar) dan ventilasi (nafas buatan) adalah 30 : 2 dalam 5 siklus. Kecepatan kompresi minimal 100 kali permenit.
Kompresi dada
merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang
sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga
aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan
tubuh.
Mengapa?
Berdasarkan
beberapa penelitian maka jumlah kompresi yang lebih banyak akan memperbaiki
perfusi di jantung sehingga akan mengurangi kecacatan sistim saraf pasca
resusitasi.
Kesimpulan:
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi
jantung paru khususnya pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelamatkan
hidup, untuk itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam
pelaksanaannya. (Marlisa, Jurusan
Keperawatan).