ASKEP CEDERA KEPALA
Oleh : Marlisa, M.Kep
PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma
yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi
& Rita Yuliani, 2001)
KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala
berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1.
Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio
tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9 –
12
b. Kehilangan kesadaran
dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami
fraktur tengkorak.
3.
Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi
kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
ETIOLOGI
1. Kecelakaan,
jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada
saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat
kekerasan.
PATOFISIOLOGI
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma
kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi
dibagi menjadi dua :
1.
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala
ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2.
Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan
timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi
sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi
pernapasan
f. Infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain
PERDARAHAN YANG DITEMUKAN
1.
Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat
di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri
kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat
kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.
2.
Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam
2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik
diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan
intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah
arteri; kapiler; vena.
Tanda
dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra
lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
3.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan
kaku kuduk
MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya
kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat
hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk
dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya
ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3.
Edema
4. Herniasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT-Scan (dengan
atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan
dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral
Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi
cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan
dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang
yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang
(fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan
otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi
Dapat
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau
masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intracranial.
10. Kadar Elektrolit : Untuk
mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial.
11. Screen Toxicologi: Untuk
mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic
pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24
jam
2. Jika pasien
masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi
intravena bila ada indikasi.
4. Anak
diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis
diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian
obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian
obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila
ada indikasi.
Rencana Pemulangan :
1. Jelaskan
tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan orang
tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya
berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan
tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian
obat.
4. Ajarkan orang
tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan
ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah,
kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM
bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6. Ajarkan
bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan
pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada
orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Riwayat
kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan
fisik
3. Sistem
respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
4. Kardiovaskuler
: pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
5. Sistem saraf :
a. Kesadaran à
GCS.
b. Fungsi saraf kranial
à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi
saraf kranial.
c. Fungsi sensori-motor
à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi,
hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
6. Sistem
pencernaan
7. Bagaimana
sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya
refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
8. Waspadai fungsi
ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
9. Retensi urine,
konstipasi, inkontinensia.
10. Kemampuan bergerak : kerusakan
area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
11. Kemampuan komunikasi :
kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
12. Psikososial à data ini
penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
B. Diagnosa
Diagnosa
keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak
efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
3. Kurangnya
perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri
berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri
berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi
berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang
tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9. Resiko gangguan
integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C.
Intervensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas
dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,
gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan
: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada
sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi :
1. Kaji Airway,
Breathing, Circulasi.
2. Kaji anak,
apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
3. Pastikan jalan
nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir.
4. Kaji status
pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
5. Bila tidak ada
fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30
derajat.
6. Pemberian
oksigen sesuai program.
Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan
: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing
hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
Intervensi :
1. Tinggikan
posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan
vena jugularis.
2.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
3. Peningkatan
tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction,
perkusi). Tekanan pada vena leher, pembalikan posisi dari samping ke samping
(dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
4. Bila
akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan).
5.
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
6. Hindari
tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
7. Pemberian
obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
8.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
9.
Monitor intake dan out put.
10. Lakukan
kateterisasi bila ada indikasi.
11. Lakukan
pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
12. Libatkan
orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak
terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan
penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada
iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
1. Bantu
anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK
dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
2.
Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
3.
Perawatan kateter bila terpasang.
4.
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan
BAB.
5. Libatkan
orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan,
seperti bagaimana cara memandikan anak.
Resiko kurangnnya volume cairan
berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan
: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji intake dan
out put.
2. Kaji
tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
3. Berikan cairan
intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan
menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
1. Kaji status
neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
2. Kaji tingkat
kesadaran dengan GCS
3. Monitor
tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
4. Berikan
istirahat antara intervensi atau pengobatan.
5. Berikan
analgetik sesuai program.
Nyeri berhubungan dengan trauma
kepala.
Tujuan
: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji keluhan
nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya,
peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
2. Mengatur posisi
sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
3. Kurangi
rangsangan.
4. Pemberian obat
analgetik sesuai dengan program.
5. Ciptakan
lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
6. Berikan
sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya injuri.
Tujuan
: Terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi : suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit
dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji adanya
drainage pada area luka.
2. Monitor
tanda-tanda vital: suhu tubuh.
3. Lakukan
perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
4. Kaji tanda dan
gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam,
muntah dan kenjang.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda
gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
1. Lakukan latihan
pergerakan (ROM).
2. Pertahankan
posisi postur tubuh yang sesuai.
3. Rubah posisi
setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan klien
4. Kaji area kulit
: adanya lecet.
5. Lakukan “back
rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan
agar tidak menimbulkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan
Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta : CV Sagung Seto
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan
Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta : EGC
Cecily LB & Linda AS. 2000. Buku
Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta : EGC
Suzanne CS & Brenda GB. 2000. Buku
Ajar Medikal Bedah, Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Doenges M.E. 1989. Nursing Care
Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A.
Davis Company.
Long, BC and Phipps WJ. 1985. Essential
of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv.
Mosby Company.
Asikin Z. 1991. Simposium
Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat
Bantu Napas. Jakarta