Bantuan Hidup Dasar (BHD) AHA
2015
By. Marlisa, M.Kep
Basic Life Support (BLS)/ Bantuan Hidup Dasar (BHD). BLS yang akan saya
ulas di sini merupakan revisi terakhir dari pedoman BLS oleh American
Heart Association pada tahun 2015.
Basic Life Support (BLS)
Henti
jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian mendadak tersering di
Amerika Serikat. Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac
arrest (OHCA)/kejadian henti jantung di luar rumah sakit terjadi di
rumah, dan sekitar lima puluh persen tanpa diketahui. Hasilnya pun biasanya
buruk, hanya sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang telah menerima upaya
resusitasi oleh penyedia layanan darurat medis/ Emergency Medical
Services(EMS) yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Sebagai perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA)/kejadian
henti jantung di rumah sakit, memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% -
25,5% pasien dewasa yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Basic Life
Support(BLS) mengacu pada penanganan pada
pasien yang mengalami henti napas, henti jantung, atau obstruksi jalan napas.
BLS meliputi beberapa keterampilan berikut.
1. Mengenali
kejadian henti jantung mendadak.
2. Aktivasi
sistem tanggapan darurat.
3.
Melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi
jantung paru (RJP) awal, dan
4. Cara
menggunakan automated external defibrilator (AED).
Saya akan
mencoba mengadaptasikan penerapan pedoman dari AHA pada penderita henti jantung
dewasa yang terjadi di luar lingkungan rumah sakit (OHCA).
1, Pada saat tiba di lokasi kejadian
Tahap ini
sebenarnya merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian.
Jangan pernah lewati tahapan ini, baik pada kasus trauma ataupun kasus medis.
Pada saat
tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya
yang ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si
penolong. Coba pastikan keadaan dengan menjawab beberapa pertanyaan sederhana
berikut.
a. Apakah
keadaan aman?
- Perhatikan segala yang berpotensi menimbulkan bahaya, seperti lalu lintas kendaraan, jalur listrik, asap, cuaca ekstrim, atau emosi berlebihan dari orang awam di sekitar.
- Gunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai.
b. Apakah
terdapat ancaman bahaya?
- Jangan memindahkan korban bila tidak ada ancaman bahaya, misalnya api atau gas beracun; Anda harus mencapai korban dengan cedera yang lebih berat; atau Anda harus memindahkan korban yang cedera untuk memberikan penanganan yang tepat tanpa berada di area yang berpotensi bahaya.
- Jika Anda harus memindahkan korban, lakukan secepat mungkin dan seaman mungkin dengan sumber daya yang tersedia.
c. Apa yang
terjadi? Apa penyebab cedera atau mekanisme cedera?
- Perhatikan petunjuk yang mungkin menjadi pertanda penyebab terjadinya kegawatan dan bagaimana korban mendapatkan cederanya, misalnya terjatuh dari tangga, tabrakan antar kendaraan, atau adanya tumpahan obat dari botolnya.
- Tanya kepada saksi mata apa yang terjadi dan gunakan informasi tersebut untuk menilai apa yang terjadi.
- Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa mungkin saja korban telah dipindahkan dari tempat kejadian, baik oleh orang di sekitar lokasi atau oleh si korban sendiri.
d. Berapa
banyak korban?
- Jangan pernah berasumsi bahwa korban hanya ada satu.
- Tanya saksi mata apakah ada orang lain yang menjadi korban.
- Amati keadaan sekitar.
e. Apakah
ada orang lain lagi yang bisa membantu memberikan pertolongan?
- Apakah ada tenaga tambahan yang bisa membantu?
- Apakah Anda membutuhkan peralatan tambahan untuk dibawakan ke tempat kejadian?
f.
Apakah kesan awal Anda?
- Perhatikan gejala dan tanda yang mengindikasikan kedaruratan yang mengancam nyawa korban.
2. Penilaian awal pada korban tidak sadarkan
diri
Setelah
memastikan bahwa keadaan aman untuk memberikan pertolongan, lakukan penilaian
awal terhadap korban.
Tingkat kesadaran
Jika korban
ditemukan dalam keadaan tidak bergerak, mungkin korban jatuh pada keadaan tidak
respon. Gunakan pedoman berikut secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran
si korban.
1. A - Alert/Awas: korban bangun, meskipun
mungkin masih dalam keadaan bingung terhadap apa yang terjadi.
2. V - Verbal/Suara: korban merespon terhadap
rangsang suara yang diberikan oleh penolong. Oleh karena itu, si penolong harus
memberikan rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap
ini.
3. P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap
rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan
melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan
menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum/tulang dada.
Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut sebelum
melakukannya.
4. U - Unresponsive/tidak respon: korban
tidak merespon semua tahapan yang ada di atas.
Jalan napas
Ketika
mendapati bahwa korban dalam keadaan tidak respon, segera evaluasi keadaan
jalan napas korban. Pastikan bahwa korban dalam posisi telentang. Jika korban
tertelungkup, Anda harus menelentangkannya, hati-hati dalam melakukannya,
jangan sampai membuat atau memperparah cidera korban.
Pada korban
yang tidak sadarkan diri dengan mulut yang menutup, Anda harus membukanya. Ada
2 metode untuk membuka jalan napas yaitu sebagai berikut.
- Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu): tekan dahi sambil menarik dagu hingga melewati posisi netral tetapi jangan sampai menyebabkan hiperekstensi leher.
- Jaw-thrust maneuver (manuver dorongan rahang): dilakukan bila dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau tulang belakang pada korban. Cara melakukannya dengan berlutut di atas kepala pasien, tumpukan siku pada lantai, letakkan tangan pada tiap sisi kepala, letakkan jari-jari di sekitar sudut tulang rahang dengan ibu jari berada di sekitar mulut, angkat rahang ke atas dengan jari-jari Anda, dan ibu jari bertugas untuk membuka mulut dengan mendorong dagu ke arah depan sembari mengangkat rahang. Pastikan Anda tidak menggerakkan kepala atau leher korban ketika melaukannya.
Pemeriksaan
napas dan nadi secara simultan
Periksa
napas dan nadi karotis (nadi leher) korban secara bersamaan setidaknya selama 5
detik, tetapi tidak boleh lebih dari 10 detik. Lakukan pengecekan napas dengan
melihat naik-turunnya dada korban, dengarkan dan rasakan dengan pipi udara yang
dihembuskan oleh korban. Lakukan pengecekan nadi dengan meraba arteri karotis
yang ada di leher dengan meletakkan 2 jari di bawah sudut rahang yang ada di
sisi penolong.
Hasil
pemeriksaan awal
Dari
penilaian awal ini, Anda dapat memperoleh informasi tentang korban apakah si
korban hanya mengalami pingsan, henti napas atau bahkan henti jantung.
a. Henti napas
Jika korban
tidak bernapas tetapi didapati nadi yang adekuat, maka pasien dapat dikatakan
mengalami henti napas. Aktifkan sistem tanggapan darurat, kemudian penolong
dapat memberikan bantuan napas. Pastikan jalan napas bersih dari sumbatan,
berikan 1 kali bantuan napas setiap 5-6 detik, dengan durasi sekitar 1 detik
untuk tiap pemberian napas. Pastikan dada korban mengembang pada setiap
pemberian napas. Periksa nadi setiap 2 menit.
Pemberian
napas harus dilanjutkan hingga:
- Korban mulai bernapas dengan spontan.
- Penolong terlatih tiba.
- Nadi korban menghilang. Pada kasus ini Anda harus memulai CPR dan pasangkan AED bila tersedia.
- Keadaan lingkungan menjadi tidak aman.
b. Henti Jantung
Jika korban
tidak bernapas, nadi tidak ada dan pasien tidak respon, maka pasien dapat
dikatakan mengalami henti jantung. Pada keadaan ini, lakukan langkah sebagai
berikut.
1. Aktifkan sistem tanggapan darurat, hubungi pusat
layanan kesehatan darurat terdekat.
2. Segera lakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR).
CPR yang benar dilakukan dengan cara berikut.
- Letakkan korban pada permukaan datar dan keras untuk memastikan bahwa korban mendapat penekanan yang adekuat.
- Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan penempatan tangan yang benar dan untuk melihat rekoil dada.
- Letakkan tangan di tengah dada korban, tupukan salah satu pangkal tangan pada daerah separuh bawah tulang dada dan tangan yang lain di atas tangan yang bertumpu tersebut.
- Lengan harus lurus 90 derajat terhadap dada korban, dengan bahu penolong sebagai tumpuan atas.
- Tekan dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit, dengan kedalaman minimal 5 cm tetapi tidak boleh lebih dari 6 cm.
- Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding dada diberikan kesempatan untuk mengembang kembali ke bentuknya semula (rekoil penuh).
- Berikan 2 kali bantuan napas setiap selesai melakukan 30 kali penekanan dada, dengan durasi selama 1 detik untuk tiap pemberian napas. Pastikan dada mengembang untuk tiap pemberian bantuan napas.
- Untuk penolong yang tidak terlatih dalam melakukan CPR, disarankan untuk melakukan penekanan dada saja secara terus-menerus.
3. Pasangkan automated external
defibrilator (AED) bila tersedia. AED adalah alat elektronik portabel
yang secara otomatis dapat menganalisis ritme jantung pasien dan dapat
melakukan defibrilasi. AED harus segera dipasangkan pada korban dengan henti
jantung, segera setelah siap digunakan. AED memberikan defibrilasi pada dua
keadaan disritmia jantung, yaitu ventricular fibrilasi (VF)
dan ventricular tachycardi (VT). Cara menggunakan AED
dijelaskan sebagai berikut.
- Nyalakan alat AED.
- Pastikan dada pasien terbuka dan kering.
- Letakkan pad pada dada korban. Gunakan pad dewasa untuk korban dewasa dan anak dengan usia di atas 8 tahun atau dengan berat di atas 55 pound (di atas 25 kg). Tempatkan satu pad di dada kanan atas di bawah tulang selangka kanan, dan tempatkan pad yang lain di dada kiri pada garis tengah ketiak, beberapa inci di bawah ketiak kiri.
- Hubungkan konektor, dan tekan tombol analyze.
- Beritahukan pada semua orang dengan menyebutkan "clear" sebagai tanda untuk tidak menyentuh korban selama AED menganalisis. Hal ini dilakukan agar analisis yang didaparkan akurat.
- Ketika "clear" disebutkan, penolong yang bertugas untuk melakukan CPR harus menghentikan penekanan dada dan mengangkat tangannya beberapa inci di atas dada, tapi masih berada pada posisi untuk bersiap melanjutkan penekanan dada segera setelah kejut listrik diberikan atau AED menyarankan bahwa kejut listrik tidak diindikasikan.
- Amati analisis AED dan siapkan untuk pemberian kejut listrik bila diperlukan. Pastikan tidak ada seorangpun yang kontak dengan pasien. Siapkan penolang pada posisi untuk siap melanjutkan penekanan dada segera setelah kejut listrik diberikan.
- Berikan kejut listrik dengan menekan tombol "shock" bila ada indikasi.
- Setelah kejut listrik diberikan, segera lanjutkan penekanan dada dan lakukan selama 2 menit (sekitar 5 siklus) hingga AED menyarankan untuk melakukan analisis ulang, adanya tanda kembalinya sirkulasi spontan, atau Anda diperintahkan oleh ketua tim atau anggota terlatih untuk berhenti.
4. Hentikan CPR bila:
- Terdapat tanda kembalinya sirkulasi spontan seperti adanya gerakan pasien atau adanya napas spontan. Posisikan pasien dengan recovery position.
- AED siap untuk menganalisis ritme jantung korban.
- Penolong terlatih tiba.
- Anda sendirian dan kelelahan untuk melanjutkan CPR.
- Lingkungan menjadi tidak aman.
- Pasien dinyatakan meninggal.
Sumber:
1. American Heart Association. 2015 AHA guideline update for CPR and ECC.
Circulation Vol. 132. 2015.
2. American Red Cross. Basic life support for healthcare providers. 2015.