Askep Pasien dengan gangguan Neurologi Abses Otak
Oleh : Marlisa,. M.Kep
1. Pengertian
Abses otak
(AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran
infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan
abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan
cerebellum 25%.
2. Etiologi
Penyebab
dari abses otak ini antara lain, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya
berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi
berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan
anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus
dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita
jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.
2. Jamur
Jamur penyebab
AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida
dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit
amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi dari
infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi
infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
3. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi,
pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana
bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.
2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru
seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan
perikarditis.
3. Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan
edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis
sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses
liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila
terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran
perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen
dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi
kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan
otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang
multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt
kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami
infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau
radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik
yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap
awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi
lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga
abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan
patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1. stadium
serebritis dini
2. stadium
serebritis lanjut
3. stadium
pembentukan kapsul dini
4. stadium
pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam
kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya
terjadi secara hematogen.
4. Manifestasi
Klinik
Tanda
dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun
kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya
tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung
dari lokasi abses.
Lokasi
|
Tanda dan
Gejala
|
Sumber
Infeksi
|
Lobus frontalis
|
1. Kulit kepala
lunak/lembut
2. Nyeri kepala
yang terlokalisir di frontal
3. Letargi,
apatis, disorientasi
4. Hemiparesis
/paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
|
Sinus paranasal
|
Lobus temporal
|
1. Dispagia
2. Gangguan
lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis
saraf III dan IV
5. Paralisis
fasial kontralateral
|
|
cerebellum
|
1. Ataxia
ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
4. Kaku kuduk
positif
5. Nyeri kepala
pada suboccipital
6. Disfungsi
saraf III, IV, V, VI.
|
Infeksi pada telinga tengah
|
5. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien
dengan kasus abses otak, yaitu:
1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat
proses suppurative.
2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi
perubahan ukuran.
3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel
terjadi perubahan ukuran.
4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa
normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi
karena peningkatan TIK).
6.
Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak,
yaitu:
1. Penatalaksaan
Umum
a. Support
nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Terapi
peningktan TIK
c. Support fungsi
tanda vital
d. fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a. Antibiotik:
Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid:
Dexamethasone
c. Anticonvulsants:
Oilantin.
7. Komplikasi
Kemungkinan
komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:
1. Gangguan mental
2. Paralisis,
3. Kejang
4. Defisit
neurologis fokal
5. Hidrosephalus
6. Herniasi
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas klien
dan psikososial
a. usia,
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Reran keluarga
i. Penampilan
sebelum sakit
j. Mekanisme
koping
k. Tempat tinggal
yang kumuh
2. Keluhan utama:
nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise,
peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .
4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita
infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru
(bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi
dan kulit.
5. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat
kesadaran
b. Nyeri kepala
c. Nystagmus
d. Ptosis
e. Gangguan
pendengaran dan penglihatan
f. Peningkatan
sushu tubuh
g. Paralisis/kelemahan
otot
h. Perubahan pola
napas
i. Kejang
j. Tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial
k. Kaku kuduk
l. Tanda
brudzinski’s dan kernig’s positif
6. Pola fungsi
kesehatan
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan
involunter.
b. Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan
TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c. Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
d. Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode
akut).
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa
kering.
e. Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri(pada periode akut)
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan
penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor
(peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
g. Nyeri
/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan pada leher/punggung kaku.
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i. Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ;
mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau
kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan
secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan
sensasi.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses
otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Ditandai dengan
:
Data Subjektif
(DS):
a. Klien mengatakan
nyeri kepala
b. Klien
mengatakan merasa mual
c. Klien
mengatakan merasa lemah
d. Klien
mengatakan bahwa pandangannya kabur
Data Objektif
(DO):
a. Perubahan
kesadaran
b. Perubahan tanda
vital
c. Perubahan pola
napas, bradikardia
d. Nyeri kepala
e. Muntah
f. Kelemahan
motorik
g. Kerusakan pada
Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII
h. Refleks
patologis
i. Perubahan nilai
ACD
j. Hasil
pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses
2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang,
penurunan kesadaran dan status mental.
Ditandai
dengan:
Data Subjektif
(DS):
Keluarga klien
mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.
Data Objektif
(DO):
a. Penurunan
kesadaran
b. Aktivitas
kejang
c. Perubahan
status mental
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
umum, defisit neurologik.
Ditandai dengan:
Data Subjektif
(DS):
Pasien
mengatakan lemah.
Data Objektif
(DO):
a.
Paralisis,
parese, hemiplegia, tremor
b.
Kekuatan otot
kurang
c.
Kontraktur,
atropi.
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi
Ditandai dengan:
Data Subjektif
(DS):
Pasien mengatakan demam dan rasa haus.
Data Objektif (DO):
a. Suhu tubuh
diatas 38o C.
b. Perubahan tanda
vital
c. Kulit kering
d. Peningkatan
leukosit
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak
adekuat, kehilangan cairan.
Ditandai
dengan:
Data Subjektif
(DS):
Pasien mengatakan demam dan rasa haus,
muntah
Data Objektif (DO):
a. Suhu tubuh di
atas 38oC.
b. Turgor kulit
kurang
c. Mukosa mulut
kering
d. Urine pekat
e. Perubahan nilai
elektrolit
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak
adekuat.
Ditandai
dengan:
Data Subjektif
(DS):
Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual
dan muntah.
Data Objektif (DO):
a. Pasien tidak
menghabiskan makanan yang telah disediakan
b. Diet makan
c. Penurunan BB
d. Adanya
tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.
e. Hb dan Albumin
kurang dari normal
f. Tekanan darah
kurang dari normal.
7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk,
iritasi meningeal.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada
leher dan merasa tidak nyaman.
Data Objektif (DO):
a. Ekspresi wajah
menunjukkan rasa nyeri
b. Kaku kuduk
positif
3. Intervensi
Intervensi
yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan
tingkat kesadaran dan orientasi
b. Tanda vital
dalam batas normal
c. Tidak terjadi
defisit neurologi
Intervensi:
a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran,
pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.
R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat
peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.
b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
R/ : perubahan tekanan nadi dan
bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.
c. Kurangi aktivitas yang dapat
menimbulkan peningkatan TIK: batuk,
mengedan, muntah, menahan napas.
R/ : Menghindari peningkatan TIK.
d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus
lingkungan.
R/ : mengurangi peningkatan TIK.
e. Tinggikan posisi
kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi
leher.
R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.
f. Kolaborasi
dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
R/ : Mengurangi
edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan
faktor penyebab.
2. Resiko injuri:
jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental.
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan
tingkat kesadaran dan orientasi
b. Kejang tidak
terjadi
c. Injuri tidak
terjadi
Intervensi:
a. Kaji status neurologi setiap 2 jam.
R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.
b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan
penghalangtempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.
R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi
pernapasan.
c. Catat aktivitas kejang dan tinggal
bersama pasien selama kejang.
R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi
kejang.
d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.
R/ : Mengetahui respon post kejang.
e. Orientasikan pasien ke lingkungan.
R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.
f. Kolaborasi
dalal pemberian obat anti kejang.
R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.
3. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Kriteria hasil:
a. Pasien dapat
mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b. Integritas
kulit utuh.
c. Tidak terjadi
atropi.
d. Tidak terjadi
kontraktur.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan
mobilisasi.
R/ : Hemiparese
mungkin dapat terjadi.
b. Alih posisi
pasien setiap 2 jam.
R/ :
Menghindari kerusakan kulit.
c. Lakukan masage
bagian tubuh yang tertekan.
R/ :
Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.
d. Lakukan ROM
pasive.
R/ :
Menghindari kontraktur dan atropi.
e. Monitor
tromboemboli, konstipasi.
R/ : Komplikasi
immobilitas.
f. Konsul pada
ahli fisioterapi jika diperlukan.
R/ :
Perencanaan yang penting lebih lanjut.
4. Hipertermia
berhubungan dengan infeksi
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh
normal 36,5 – 37, 5o C.
b. Tanda vital
normal.
c. Turgor kulit
baik.
d. Pengeluaran
urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
a. Monitor suhu setiap 2 jam.
R/ : Mengetahui suhu tubuh.
b. Monitor tanda vital.
R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi,
pernapasan dan tekanan darah.
c. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan
penguapan.
d. Berikan obat anti pireksia.
R/ : Mengurangi suhu tubuh.
e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.
R/ : Mencegah dehidrasi.
f. Lakukan kompres
dingin dan hangat.
R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.
g. Monitor tanda-tanda kejang.
R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.
5. Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Kriteria Hasil
:
a. Suhu tubuh
normal 36,5 – 37, 5o C.
b. Tanda vital
normal.
c. Turgor kulit
baik.
d. Pengeluaran
urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
a. Ukur tanda vital setiap 4 jam.
R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan
perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
b. Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan
dan elektrolit.
c. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.
d. Catat intake dan output cairan.
R/ : Mengetahui keseimbangan cairan.
e. Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
R/ : Mengurangi distensi gaster.
f. Pertahankan
temperatur tubuh dalam batas normal.
R/ : Peningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran
cairan lewat kulit bertambah.
g. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan
mempercepat pemulihan dehidrasi.
h. Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.
R/ : Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
6. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan,
mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
Kriteria hasil:
a. Nafsu makan
pasien baik.
b. Pasien dapat
menghabiskan makanan yang telah disediakan RS.
c. Terjadi
peningkatan BB secara bertahap.
d. Tanda-tanda
kurang nutrisi tidak ada.
e. Hb dan albumin
dalam batas normal.
f. Tanda vital
normal.
Intervensi:
a. Kaji makanan kesukaan pasien.
R/ : Meningkatkan selera makan pasien.
b. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ : Menhindari mual dan muntah.
c. Hindari berbaring kurang 1 jam setelah
makan.
R/ : Posisi berbaring saat makanan dalam lambung penuh
dapat mengakibatkan refluks dan tidak nyaman.
d. Timbang BB 3 hari sekali secara periodik.
R/ : Penuruna BB berarti kebutuhan makanan kurang.
e. Berikan antiemetik 1 jam sebelum makan.
R/ : Menekan rasa mual dan muntah.
f. Kurangi minum
sebelum makan.
R/ : Minum yang banyak sebelum makan mengurangi intake
makanan.
g. Hindari keadaan yang dapat menggangu selera makan:
lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.
R/ : Meningkatkan selera makan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene,
menarik.
R/ : Meningkatkan selera makan.
i. Lakukan
perawatan mulut.
R/ : Meningkatkan nafsu makan.
j. Monitor kadar
Hb dan albumin.
R/ : Mengetahui status nutrisi.
7. Nyeri
berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
Kriteria hasil:
a. Nyeri berkurang
atau tidak terjadi
b. Ekspresi wajah
tidak menunjukkan rasa nyeri
c. Tanda vital
dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji tingkat
nyeri pasien.
R/ : Mengetahui
derajat nyeri pasien.
b. Kaji faktor
yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.
R/ : Mengetahui
penanganan yang efektif.
c. Lakukan
perubahan posisi.
R/ :
Meningkatkan rasa nyaman.
d. Jaga lingkungan
untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.
R/ :
Meningkatkan rasa nyaman.
e. Lakukan massage
pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.
R/ :
Meningkatkan relaksasi.
f. Berikan obat
analgetik sesuai program.
R/ : Mengurangi
nyeri.
4. Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan intervensi pada
pasien abses otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Implementasi:
a. Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat
kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.
b. Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan
TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.
d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi
stimulus lingkungan.
e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan
kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.
g. Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid,
oksigen, antibiotik.
2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang,
penurunan
kesadaran dan status mental.
Implementasi:
a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.
b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan
penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.
c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien
selama kejang.
d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah
kejang.
e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan.
f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat
anti kejang.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
umum, defisit neurologik.
Implementasi:
a. Mengkaji
kemampuan mobilisasi.
b. Mengalih posisi
pasien setiap 2 jam.
c. Melakukan
masage bagian tubuh yang tertekan.
d. Melakukan ROM
pasive.
e. Memonitor
tromboemboli, konstipasi.
f. Mengkonsultasikan
pada ahli fisioterapi jika diperlukan.
4. Hipertermia
berhubungan dengan infeksi
Implementasi:
a. Memonitor suhu
setiap 2 jam.
b. Memonitor tanda
vital.
c. Memonitor
tanda-tanda dehidrasi.
d. Memberikan obat
anti pireksia.
e. Memberikan
minum yang cukup 2000 cc/hari.
f. Melakukan
kompres dingin dan hangat.
g. Memonitor
tanda-tanda kejang.
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak
adekuat, kehilangan cairan.
Implementasi:
a. Mengukur tanda
vital setiap 4 jam.
b. Memonitir hasil
pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
c. Mengobservasi
tanda-tanda dehidrasi.
d. Mencatat intake
dan output cairan.
e. Memberikan
minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
f. Mempertahankan
temperatur tubuh dalam batas normal.
g. Mengkolaborasi
dalam pemberian cairan intravena.
h. Mempertahankan
dan monitor tekanan vena setral.
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak
adekuat.
Implementasi:
a. Mengkaji makanan kesukaan pasien.
b. Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.
d. Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.
e. Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.
f. Mengurangi minum sebelum makan.
g. Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan:
lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.
h. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene,
menarik.
i. Melakukan perawatan mulut.
j. Memonitor kadar Hb dan albumin.
7. Nyeri berhubungan
dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
Implementasi:
a. Mengkaji tingkat nyeri pasien.
b. Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat
nyeri.
c. Melakukan perubahan posisi.
d. Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya,
keadaan bising.
e. Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut,
kompres hangat.
f. Memberikan obat analgetik sesuai
program.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah
dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:
1. Mencapai
perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a. Menunjukkan
peningkatan kesadaran
b. Pandangan bagus
c. Menurunnya
kelemahan motorik
d. Tanda vital
dalam batas normal
e. Menunjukkan
tidak terjadinya defisit neurologi
f. Menunjukkan
tidak adanya refleks patologis.
2. Tidak
terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri
a. Menunjukkan
peningkatan kesadaran
b. Tidak terjadi
kejang
c. Peningkatan
satus mental
3. Klien mampu
beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami
a.
Menunjukkan
mobilisasi secara aktif dan optimal
b.
Menunjukkan
integritas kulit yang utuh
c.
Tidak
terjadinya atropi
d.
Tidak
terjadinya kontraktur.
e.
Menetapkan
program istirahat dan latihan yang seimbang.
f.
Menunjukkan
partisipasi dalam perawatan.
g. Menetapkan
maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.
h. Tidak adanya
komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.
4. Mencapai
penurunan suhu tubuh
a. Menunjukkan
tanda vital yang normal
b. Menunjukkan
pengeluaran urine yang tidak pekat
c. Menunjukkan
suhu tubuh normal
d. Menunjukkan
turgor kulit yang baik
5. Mencapai
kebutuhan nutrisi yang terpenuhi
a. Menunjukkan
tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.
b. Mentaati
program medikasi
c. Menujukkan
nafsu makan yang baik
d. Menunjukkan
intake makanan yang baik.
e. Menunjukkan
peningkatan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit
Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Jukarnain.
2011. Keperawatan Medikal – Bedah
gangguan Sistem Persarafan.
Long, Barbara
C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah :
Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia
A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar