Senin, 19 Agustus 2019

Initial Assessment (Penilaian & Pengelolaan Awal Pasien Trauma)


Initial Assessment (Penilaian & Pengelolaan Awal Pasien Trauma)

Oleh : Marlisa, S.Kep, Ns, M.Kep
Persiapan.
Pada tahap persiapan dibagi menjadi 2 keadaan yaitu: Fase pertama adalah tahap pra-rumah sakit. Sedangkan fase yang kedua adalah fase rumah sakit.
Dalam setiap tahap tentu berbeda persiapannya.
Tahap  pra-rumah sakit.
Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat menstabilisaai, fiksasi, & transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter maupun perawat di RS yang dituju.
Tahap  rumah sakit.
Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien sehingga dapat dilakukan tindakan & sesusitasi dslam waktu yang cepat. Serta data2 dalam tahap pra-rumah sakit juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat pasien.
Primary Survey.
Perhatikan !! Sebelum melakukan tindakan ke pasien terlebih dulu pakai APD (Alat proteksi diri) karena kita harus tanamkan prinsip 3A yaitu Aman diri, aman lingkungan, & aman pasien.
Setelah memakai APD lalukan cek respon pasien dengan cara memanggil nama, menepuk bahu, rangsang nyeri. Agar kita dapat mengetahui sejauh mana respon pasien terhadap rangsang suara & rangsang nyeri, bahkan pasien tidak respon sama sekali.
A = Alert (sadar).
Pasien dapat dikatakan sadar apabila pasien mampu berorientasi terhadap tempat, waktu, & orang. Penderita benar2 mengetahui apa yang terjadi disekitarnya, dimana ia berada, waktu itu, bahkan siapa anda. Hal ini digambarkan sebagai Alert (sadar).
V = Verbal (Respon terhadap suara).
Pasien ini dalam keadaan disorientasi tetapi masih bisa diajak bicara.
Bayangkan ketika ada pasien tidak bergerak maupun membuka mata, lalu anda berkata "selamat pagi, nama bapak siapa?". Ketika itu juga pasien akan membuka mata / hanya berkata "Huuuhh??!".

P = Pain (Respon terhadap rangsang nyeri).
Dalam keadaan ini, pasien hanya berespon terhadap rangsang nyeri.
Ketika anda menekan ujung kaki/kuku pasien, pasien akan merespon dengan menjauh/menarik jarinya dari cubitan anda.
U = Unresponsive/Tidak Sadar.
Pasien tidak memberikan respon apa2, baik diberi rangsang suara maupun rangsang nyeri.
 Airway & Cervical Control.
Airway merupakan prioritas pertama, karena sumbatan airway merupakan penyebab utama kematian bila dibandingkan dengan breathing & circulation.

Oleh sebab itu, jalan nafas harus selalu terbuka & tetap terjaga, biasanya yang menyebabkan kematian yang paling sering adalah obstruksi jalan nafas total.
Head tilt-chin lift/ jaw trust harus dilakukan agar jalan nafas selalu terbuka, bersamaan dengan hal ini kita juga bisa melalukan look (liat), listen (dengarkan), & feel (rasakan).

Walaupun look, listen. & feel merupakan pemeriksaan pada breathing perlu diingat, bahwa setiap pasien yang dapat berbicara dengan jelas untuk sementara menjamin bahwa jalan nafasnya tidak terdapat masalah.

Tindakan pada pasien gangguan airway:
  • Gungling (miringkan, suction, finger sweep).
  • Snoring (Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA).
  • Crowing (Airway definitif, intubasi, needle cricothiroidotomi).

Breathing.
Dengan jalan nafas yang baik maka akan menjamin ventilasi yang baik pula. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, serta diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi dengan cepat.

Ventilasi dapat dibilang baik apabila penderita tidak sesak nafas, peranjakan dada simetris, tidak sianosis, tidak disertai suara, gurgling, snoring, crowing.
Cara melakukan look, listen, & feel adalah dengan cara melihat peranjakan dada, mendengarkan suara nafas, serta merasakan hembusan nafas pasien.

Cara melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan breathing adalah:
  • Inspeksi: untuk melihat ekspansi pernafasan.
  • Auskultrasi: untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
  • Perkusi: untuk menilai adanya udara/darah di dalam rongga pleura.
  • Palpasi: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada dinding dada yang mungkin dapat mengganggu ventilasi.
 Circulation.
Cardiac Output (volume darah & curah jantung).
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pasca-bedah yang mungkin bisa diatasi dengan terapi yang cepat & tepat di rumah sakit.

Setiap keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, hingga terbukti sebalinya. Dengan demikian maka sangat diperlukan penilaian yang cepat & status hemodinamika pasien.

Ada tiga observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamika pasien yaitu:
  1. Tingkat kesadaran. Jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat berkurang, sehingga akan mengakibatkan penurunan kesadaran (walaupun demikian kehilangan jumlah darah yang banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
  2. Warna kulit. Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemia&nadi.
  3. Nadi. Nadi yang besar
4.      seperti arteri karotis, arteri femoralis harus diperiksa  bilateral, agar dapat mengetahui kekuatan, kecepatan, & irama nadi. Jika nadi kecil & kuat biasanya pada pasien syok.

5.      Tekanan darah.
6.      Jangan terlalu percaya pada tekanan darah dalam menentukan syok karena tekanan darah yang sebelumnya belum diketahui serta diperlukan kehilangan darah lebih dari 30% agar dapat terjadi penurunan tekanan darah.

7.      Perdarahan.
8.      Cara penanganan awal perdarahan adalah dengan meninggikan ekstremitas + 45 derajat, jika tidak ada respon maka cari sumber perdarahan & hentikan, lalu tambah lagi cairan kristaloid, bila tidak berhasil juga maka berikan tranfusi darah type spesifik.

Langkah2 ini juga dilakukan pada pasien syok dengan perdarahan dalam (internal), sedangkan pada perdarahan luar (eksternal) lalukan balut tekan/balut cepat, elevasi daerah yang luka/ kombinasi dengan penekanan pada arteri yang besar.

Jangan menggunakan dengan torniquet karena dapat merusak jaringan (sekarang sudah tidak direkomendasikan  lagi). Apabila pasien dengan fraktur dibeberapa bagian maka lakukanlah pembidaian.

9.   Disability.
10.  Langkah selanjutnya setelah sirkulasi adalah disability (di evaluasi keadaan neurologis secara cepat, yang dinilai adalah tingkat kesadaran) menggunakan AVPU atau GCS, reaksi pupil serta motorik dari masing2 anggota gerak.

Cara penilaian GCS secara sederhana.
11.  Eye
Buka mata spontan
4
Buka mata terhadap suara
3
Buka mata terhadap nyeri
2
Tidak buka mata
1

12.  Verbal
Bicara biasa                    
5
Bicara mengacau
4
Hanya kata-kata
3
Hanya suara
2
Tidak ada respon
1

13.  Motorik
Mengikuti perintah        
6
Melokalisir nyeri
5
Menjauh dari nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi abnormal
2
Tidak ada respon
1

Exposure.
Prinsip exposure adalah membuka semua pakaian pasien untuk mencari apakah ada sumber perdarahan ataukah terdapat luka yang lain. Eksposure dilakukan di rumah sakit tetapi dimana perlu untuk dilakukan (seperti untuk melakukan pemeriksaan fisik thorax.)

Harus di ingat !! Agar pasien tidak mengalami kedinginan maka harus dipakaikan selimut yang hangat, ruangan yang cukup hangat serta diberikan cairan vena yang sudah dihangatkan.
Folley Catether.
Catether urine di pasang agar dapat mengtahui keadaan hemodinamika pasien. Apakah intake & output sudah seimbang ataukah belum?

Awas ! hati2 jangan asal pasang ...
Kontra indikasi pemasangan catether adalah:
  • RT ; Pr0stat meninggi.
  • Hematoma skr0tum.
  • Terdapat darah pada ur3tra.
Urine normal pada:
  • Bayi : 2 - 3 cc/kg BB/jam.
  • Anak : 1 -2 cc/kg BB/jam.
  • Dewasa : 0,5 - 1 cc/kg BB/jam (30 sampai 50 cc/jam)
Gastric Tube.
Dalam melakukan pemasangan NGT harus dapat mencegah diantaranya distensi lambung, mencegah mundah, serta memudahkan untuk memasukkan obat, makanan maupun minuman.

Awas ! Hati2 pada pasien dengan fraktur basis branii, memasukkan NGT lewat hidung karena sering masuk ke dalam otak, dalam kasus ini NGT harus di masukkan lewat mulut.
Heart Monitor.
Monitor EKG dianjurkan dipasang pada setiap pasien dengan trauma, agar dapat mengetahui keadaan gannguan pada jantung.

Perlu di ingat, tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya sudah dikenal, bukan setelah survei primer selesai.

Secondary Survey.
  • Head to toe.
  • Periksa semua lubang.
  • Tanda-tanda vital.
  • Anamnesis.
  • Pemeriksaan penunjang: Foto rontgen, laboratorium.
  • Persiapan rujukan.

Referensi:
  1. Tim Pengajar BTCLS. 2018. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: Gadar Medik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar